Minggu, 23 Oktober 2011

Nur Muhammad, Antara Makhluk dan Sang Khaliq

Nur Muhammad, Antara Makhluk dan Sang Khaliq


 
Hubungan yang ada antara nur Muhammad dan Allah SWT bersifat vertikal. Nur Muhammad berada pada sisi yang diciptakan, sementara Allah SWT berada pada sisi lain, yaitu sebagai Pencipta-nya.

Nur adalah cahaya. Sementara An-Nur adalah Sang Cahaya, salah satu Asmaul Husna, nama-nama Allah yang indah. Nur adalah cahaya ciptaan yang memancar dari Cahaya Allah. Nur Muhammad adalah cahaya Muhammad. Terkadang ia juga disebutkan sebagai Haqiqah Muhammadiyah, artinya  sebuah realitas Muhammad atau realitas kemuhammadan yang diciptakan sebelum penciptaan alam. Nur Muhammad inilah yang pertama kali diciptakan Allah. Dan dari nur Muhammad inilah kemudian Allah Ta’ala menciptakan alam semesta dan isinya.
Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, dalam kitab Maulid-nya, Simthud Durar, menuliskan perihal nur Muhammad, “Telah sampai kepada kami dalam hadits-hadits yang termasyhur bahwa sesuatu yang awal mula diciptakan Allah SWT adalah cahaya yang tersimpan dalam pribadi agung (Muhammad SAW) ini. Maka cahaya manusia inilah makhluk pertama yang muncul dalam penciptaann-Nya. Darinya berasal seluruh wujud alam ini yang baru datang ataupun yang sebelumnya.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdurrazaq dengan sanadnya yang bersambung sampai kepada sahabat Jabir bin Abdullah Al-Anshari, ia pernah bertanya, ‘Demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang diciptakan Allah sebelum makhluk lainnya.’
Rasulullah menjawab, ‘Wahai Jabir, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan cahaya nabimu dari cahaya-Nya sebelum menciptakan yang lain.’ Dan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah bersabda: Aku adalah yang pertama di antara para nabi dalam penciptaan, tapi yang terakhir dalam kerasulan’.”
Yang Pertama Tercipta
Konsep nur Muhammad, bila memperhatikan hadits yang dikutip oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi di atas, telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Dalam riwayat yang lainnya, Rasulullah juga mengatakan kepada Jabir terkait dengan hal itu, “Nur nabimu, wahai Jabir, kemudian Allah SWT menciptakan segala kebaikan dari nurku.”
Nur Muhammad itulah yang menjadikan sebagian manusia menjadi insan kamil. Namun demikian, insan kamil yang muncul di setiap zaman semenjak zaman Nabi Adam hingga akhir zaman nanti, tidak dapat melebihi keutamaan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diungkap dalam surah Al-Qalam ayat 4, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah pribadi yang agung.” Sementara sebuah hadits menyebutkan. “Aku adalah penghulu anak-cucu Adam.” Dan dalam redaksi hadits lainnya disebutkan, “Aku telah menjadi nabi dan Adam masih berada antara air dan tanah, antara ruh dan jasad.”
Redaksi kedua hadits di atas menunjukkan bahwa hubungan yang ada antara nur Muhammad dan Allah SWT bersifat vertikal, yaitu jalinan antara makhluk dengan Khalik-nya. Nur Muhammad berada pada sisi yang diciptakan, sementara Allah SWT berada pada sisi lain, yaitu sebagai Penciptanya.
Baik nur Muhammad maupun Nabi Muhammad SAW, keduanya adalah ciptaan Allah SWT. Hanya saja, yang menghubungkan keduanya adalah penghubung yang tak terpisahkan. Nur Muhammad sebagai awal penciptaan tidak dapat dipisahkan dari Nabi Muhammad SAW, yakni Muhammad yang mempunyai nur. Allah menciptakan nur Muhammad agar dari sana makhluk dan alam tercipta secara zhahir.
Secara lahiriah, nur Muhammad adalah cahaya Allah, dalam arti bahwa nur Muhammad identik dengan kesempurnaan, keutamaan, dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Allah Ta’ala. Sebagai pribadi, pribadi Rasulullah SAW adalah pribadi yang dapat memberi contoh dalam mewujudkan sifat, nama, dan af’al (perbuatan) Allah SWT.
Adapun secara bathiniah, kedudukan tinggi Nabi Muhammad atau nur Muhammad SAW tersirat dari sebuah hadits Nabi SAW yang maknanya, “Cahaya yang pertama diciptakan Allah adalah cahayaku.” Juga sebuah hadits lainnya, “Sesungguhnya Allah SWT, ketika menciptakan Arasy, menulis padanya La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah dengan cahaya.”
Keterangan yang tersirat dari hadits tersebut menunjukkan, nur Muhammad digambarkan sebagai nur dari Allah sedang Nabi Muhammad SAW berasal dari “nur dzat” semata. Keduanya adalah baharu, ciptaan Allah SWT.
Makna di Balik Ungkapan
Saat digambarkan nur Muhammad sebagai wujud tajalli (penampakan) Allah dan Muhammad sebagai ciptaan Allah, dari sini kelihatan bahwa Allah SWT menempatkan Nabi Muhammad SAW pada martabat yang tinggi, sebagai rasul pembawa risalah, sebagai penerang bagi alam semesta, beroleh pengetahuan akan hal yang ghaib, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan.
Syaikh Yusuf An-Nabhani mengatakan, sejumlah nama yang ditujukan untuk nur Muhammad sebenarnya bermakna satu, tergantung dari sisi mana kita memandangnya.
Hubungan nur Muhammad dengan Nabi Muhammad SAW yang disebutkan dalam ungkapan yang berbeda tetapi bermakna satu, tampaknya menyalahi kaidah umum. Karena berdasarkan beberapa nash dan teori, Muhammad SAW diangkat oleh Allah SWT menjadi nabi dan rasul dalam usia 40 tahun, sebagai nabi terakhir, dan yang dilahirkan melalui ibu dan ayah. Sementara nur Muhammad adalah nur dari Allah SWT yang pertama kali diciptakan oleh-Nya. Pandangan itu disepakati oleh para ulama tasawuf lewat isyarat Al-Quran dan hadits.
Perbedaan tersebut tampaknya sulit dipertemukan, karena nur Muhammad adalah awal ciptaan Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir. Dalam hal ini An-Nabhani berpendapat bahwa istilah pengucapanlah yang membedakan, namun dalam prinsipnya bermakna satu. Sebagai analoginya, hal ini dapat diamati ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, terkadang Malaikat Jibril berbentuk nur dan terkadang berbentuk sesuai keadaannya.
Selain itu, seandainya syari’at Nabi Muhammad datang bersamaan awal datangnya nur Muhammad, syari’at Nabi Adam AS dan syari’at para nabi dan rasul lainnya tidak akan bermakna dan bermanfaat sebagaimana mestinya, karena tentunya akan tergeser dengan kesempurnaan syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, salah satu hikmah didahulukannya syari’at Nabi Adam AS dan nabi-nabi lainnya dan berakhir dengan syari’at Nabi Muhammad SAW adalah agar syari’at yang Allah turunkan kepada umat manusia dapat berjalan sesuai dengan kondisi dan zaman yang terus berproses sesuai sunnatullah.
Demikian pula diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir dan berbentuk manusia sebagaimana bentuk manusia lainnya. Hal tersebut dikarenakan obyek dan sasaran dakwahnya adalah juga manusia, yang sama bentuknya, sehingga tugas kenabian dan kerasulan mencapai sasaran karena sifatnya sama. Andai kata Nabi Muhammad SAW datang dalam bentuk nur Muhammad, tugas risalahnya tidak akan tercapai, karena sasaran dakwahnya berbeda bentuk dan sifatnya.
Hal itu juga sebagaimana yang disinggung dalam sebuah ayat Al-Quran, “Sesungguhnya Kami mengutusmu (Muhammad) untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.”
Berkaitan dengan ayat di atas, Syaikh Yusuf An-Nabhani mengatakan bahwa cahaya Rasulullah SAW itu bersinar meliputi seluruh alam semesta. Seperti halnya bila Rasulullah berjalan di jalan raya, maka semerbaklah bau harum darinya, sehingga aroma itu dijumpai pada setiap jalan yang telah dilewatinya.
Masalah nur Muhammad memang masalah hakikat. Masalah abstrak. Ia berada dalam ruang lingkup keimanan. Dalam hal ini, An-Nabhani kemudian merujuk pada beberapa kisah yang diabadikan dalam Al-Quran, seperti Maryam, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang mempunyai hal (keadaan) dan maqam (kedudukan) istimewa, sehingga keadaan yang mereka alami (peroleh) tidak dapat dipahami bila hanya disimak melalui akal pikiran atau melalui pancaindra. Kisah-kisah seperti Maryam yang melahirkan tanpa suami, dan Nabi Isa AS yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, adalah kejadian yang sangat luar biasa, dan hanya dapat dipahami melalui mata hati dan keimanan.
Kesempurnaan Sifat Rasulullah SAW
Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam kitab Simthud Durar-nya kemudian menerangkan proses selanjutnya dari perjalanan nur Muhammad itu, “Dan manakala kebahagiaan abadi menampakkan pengamatannya yang tersembunyi mengkhususkan manusia yang dipilihnya dengan kekhususan yang sempurna, dititipkannya cahaya terang benderang ini pada berbagai sulbi dan rahim yang dimuliakan di antara penghuni jagat raya dan berpindah-pindah dari sulbi Adam, Nuh, dan Ibrahim, sehingga pada akhirnya sampailah ia ke ayahnya yang terpilih menerima kehormatan tiada terhingga, Abdullah bin Abdul Muthalib, yang bijak dan berwibawa, serta ibundanya Aminah yang mulia, yang selalu merasa aman dan tenteram meskipun di tengah apa saja yang menggelisahkan….”
Setelah kelahirannya, akhlaq mulia Rasulullah SAW mengundang decak kagum setiap mata yang memandangnya dan setiap telinga yang mendengar perangai kebaikannya. Kesemuanya itu tak lain merupakan cerminan dari kesempurnaan sifat yang telah Allah pantulkan dari sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Namun secara lahiriah, sebagaimana yang diterangkan oleh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, seorang muhaddits kenamaan, kesempurnaan dan keutamaan akhlaq Nabi Muhammad SAW itu lantaran hati yang bersih dan suci yang dimilikinya. Berdasarkan keterangan Al-Maliki, kebersihan dan kesucian hati Nabi Muhammad SAW melalui empat proses pembedahan (pembersihan).
Pertama, ketika Nabi Muhammad SAW masih kecil. Kedua, ketika Nabi Muhammad SAW berusia sepuluh tahun. Hikmah pembedahan hati Nabi Muhammad pada usia ini karena pada usia sepuluh tahun adalah usia mendekati dewasa.
Ketiga, pada saat dada Nabi Muhammad SAW dibelah ketika Malaikat Jibril datang membawa wahyu saat beliau diangkat menjadi nabi. Hikmah pada pembedahan ini adalah menambah kemuliaan padanya, serta kekuatan dan persiapannya menerima dan menyampaikan wahyu yang akan disampaikan kepadanya, agar beliau kuat serta dalam kedudukan yang sempurna dan suci.
Yang terakhir, atau yang keempat, adalah saat dada Nabi Muhammad SAW dibelah pada malam Isra. Hikmah pada pembedahan ini adalah mengangkat derajat kemuliaan Nabi Muhammad SAW serta kesiapannya berada di sisi Allah SWT.
Keterangan Al-Maliki di atas sejalan dengan konsep nur Muhammad yang identik dengan kesempurnaan, kemuliaan, dan keagungan. Dengan demikian, ungkapan nur Muhammad selalu dihubungkan dengan pribadi Nabi Muhammad SAW, karena Nabi Muhammad-lah yang memiliki keadaan dan sifat sempurna tersebut, baik secara jasmaniah maupun ruhaniah. IY
Sumber Majalah Alkisah

Rabu, 12 Oktober 2011

Nur Muhammad, Antara Makhluk dan Sang Khaliq


Nur Muhammad, Antara Makhluk dan Sang Khaliq


Hubungan yang ada antara nur Muhammad dan Allah SWT bersifat vertikal. Nur Muhammad berada pada sisi yang diciptakan, sementara Allah SWT berada pada sisi lain, yaitu sebagai Pencipta-nya.

Nur adalah cahaya. Sementara An-Nur adalah Sang Cahaya, salah satu Asmaul Husna, nama-nama Allah yang indah. Nur adalah cahaya ciptaan yang memancar dari Cahaya Allah. Nur Muhammad adalah cahaya Muhammad. Terkadang ia juga disebutkan sebagai Haqiqah Muhammadiyah, artinya  sebuah realitas Muhammad atau realitas kemuhammadan yang diciptakan sebelum penciptaan alam. Nur Muhammad inilah yang pertama kali diciptakan Allah. Dan dari nur Muhammad inilah kemudian Allah Ta’ala menciptakan alam semesta dan isinya.
Al-Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi, dalam kitab Maulid-nya, Simthud Durar, menuliskan perihal nur Muhammad, “Telah sampai kepada kami dalam hadits-hadits yang termasyhur bahwa sesuatu yang awal mula diciptakan Allah SWT adalah cahaya yang tersimpan dalam pribadi agung (Muhammad SAW) ini. Maka cahaya manusia inilah makhluk pertama yang muncul dalam penciptaann-Nya. Darinya berasal seluruh wujud alam ini yang baru datang ataupun yang sebelumnya.
Sebagaimana diriwayatkan oleh Abdurrazaq dengan sanadnya yang bersambung sampai kepada sahabat Jabir bin Abdullah Al-Anshari, ia pernah bertanya, ‘Demi ayah dan ibuku, ya Rasulullah, beritahukanlah kepadaku tentang sesuatu yang diciptakan Allah sebelum makhluk lainnya.’
Rasulullah menjawab, ‘Wahai Jabir, sesungguhnya Allah SWT telah menciptakan cahaya nabimu dari cahaya-Nya sebelum menciptakan yang lain.’ Dan telah diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwasanya Nabi Muhammad SAW telah bersabda: Aku adalah yang pertama di antara para nabi dalam penciptaan, tapi yang terakhir dalam kerasulan’.”
Yang Pertama Tercipta
Konsep nur Muhammad, bila memperhatikan hadits yang dikutip oleh Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi di atas, telah dikenal sejak zaman Nabi Muhammad SAW masih hidup. Dalam riwayat yang lainnya, Rasulullah juga mengatakan kepada Jabir terkait dengan hal itu, “Nur nabimu, wahai Jabir, kemudian Allah SWT menciptakan segala kebaikan dari nurku.”
Nur Muhammad itulah yang menjadikan sebagian manusia menjadi insan kamil. Namun demikian, insan kamil yang muncul di setiap zaman semenjak zaman Nabi Adam hingga akhir zaman nanti, tidak dapat melebihi keutamaan Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana diungkap dalam surah Al-Qalam ayat 4, “Sesungguhnya engkau (Muhammad) adalah pribadi yang agung.” Sementara sebuah hadits menyebutkan. “Aku adalah penghulu anak-cucu Adam.” Dan dalam redaksi hadits lainnya disebutkan, “Aku telah menjadi nabi dan Adam masih berada antara air dan tanah, antara ruh dan jasad.”
Redaksi kedua hadits di atas menunjukkan bahwa hubungan yang ada antara nur Muhammad dan Allah SWT bersifat vertikal, yaitu jalinan antara makhluk dengan Khalik-nya. Nur Muhammad berada pada sisi yang diciptakan, sementara Allah SWT berada pada sisi lain, yaitu sebagai Penciptanya.
Baik nur Muhammad maupun Nabi Muhammad SAW, keduanya adalah ciptaan Allah SWT. Hanya saja, yang menghubungkan keduanya adalah penghubung yang tak terpisahkan. Nur Muhammad sebagai awal penciptaan tidak dapat dipisahkan dari Nabi Muhammad SAW, yakni Muhammad yang mempunyai nur. Allah menciptakan nur Muhammad agar dari sana makhluk dan alam tercipta secara zhahir.
Secara lahiriah, nur Muhammad adalah cahaya Allah, dalam arti bahwa nur Muhammad identik dengan kesempurnaan, keutamaan, dan kemuliaan Nabi Muhammad SAW sebagai hamba Allah Ta’ala. Sebagai pribadi, pribadi Rasulullah SAW adalah pribadi yang dapat memberi contoh dalam mewujudkan sifat, nama, dan af’al (perbuatan) Allah SWT.
Adapun secara bathiniah, kedudukan tinggi Nabi Muhammad atau nur Muhammad SAW tersirat dari sebuah hadits Nabi SAW yang maknanya, “Cahaya yang pertama diciptakan Allah adalah cahayaku.” Juga sebuah hadits lainnya, “Sesungguhnya Allah SWT, ketika menciptakan Arasy, menulis padanya La Ilaha Illallah Muhammadur Rasulullah dengan cahaya.”
Keterangan yang tersirat dari hadits tersebut menunjukkan, nur Muhammad digambarkan sebagai nur dari Allah sedang Nabi Muhammad SAW berasal dari “nur dzat” semata. Keduanya adalah baharu, ciptaan Allah SWT.
Makna di Balik UngkapanSaat digambarkan nur Muhammad sebagai wujud tajalli (penampakan) Allah dan Muhammad sebagai ciptaan Allah, dari sini kelihatan bahwa Allah SWT menempatkan Nabi Muhammad SAW pada martabat yang tinggi, sebagai rasul pembawa risalah, sebagai penerang bagi alam semesta, beroleh pengetahuan akan hal yang ghaib, dan memiliki sifat-sifat kesempurnaan.
Syaikh Yusuf An-Nabhani mengatakan, sejumlah nama yang ditujukan untuk nur Muhammad sebenarnya bermakna satu, tergantung dari sisi mana kita memandangnya.
Hubungan nur Muhammad dengan Nabi Muhammad SAW yang disebutkan dalam ungkapan yang berbeda tetapi bermakna satu, tampaknya menyalahi kaidah umum. Karena berdasarkan beberapa nash dan teori, Muhammad SAW diangkat oleh Allah SWT menjadi nabi dan rasul dalam usia 40 tahun, sebagai nabi terakhir, dan yang dilahirkan melalui ibu dan ayah. Sementara nur Muhammad adalah nur dari Allah SWT yang pertama kali diciptakan oleh-Nya. Pandangan itu disepakati oleh para ulama tasawuf lewat isyarat Al-Quran dan hadits.
Perbedaan tersebut tampaknya sulit dipertemukan, karena nur Muhammad adalah awal ciptaan Allah dan Nabi Muhammad SAW adalah nabi yang terakhir. Dalam hal ini An-Nabhani berpendapat bahwa istilah pengucapanlah yang membedakan, namun dalam prinsipnya bermakna satu. Sebagai analoginya, hal ini dapat diamati ketika Nabi Muhammad SAW menerima wahyu, terkadang Malaikat Jibril berbentuk nur dan terkadang berbentuk sesuai keadaannya.
Selain itu, seandainya syari’at Nabi Muhammad datang bersamaan awal datangnya nur Muhammad, syari’at Nabi Adam AS dan syari’at para nabi dan rasul lainnya tidak akan bermakna dan bermanfaat sebagaimana mestinya, karena tentunya akan tergeser dengan kesempurnaan syari’at yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh karena itu, salah satu hikmah didahulukannya syari’at Nabi Adam AS dan nabi-nabi lainnya dan berakhir dengan syari’at Nabi Muhammad SAW adalah agar syari’at yang Allah turunkan kepada umat manusia dapat berjalan sesuai dengan kondisi dan zaman yang terus berproses sesuai sunnatullah.
Demikian pula diutusnya Nabi Muhammad SAW sebagai nabi yang terakhir dan berbentuk manusia sebagaimana bentuk manusia lainnya. Hal tersebut dikarenakan obyek dan sasaran dakwahnya adalah juga manusia, yang sama bentuknya, sehingga tugas kenabian dan kerasulan mencapai sasaran karena sifatnya sama. Andai kata Nabi Muhammad SAW datang dalam bentuk nur Muhammad, tugas risalahnya tidak akan tercapai, karena sasaran dakwahnya berbeda bentuk dan sifatnya.
Hal itu juga sebagaimana yang disinggung dalam sebuah ayat Al-Quran, “Sesungguhnya Kami mengutusmu (Muhammad) untuk jadi saksi dan pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan, dan untuk jadi penyeru kepada agama Allah dengan izin-Nya dan untuk jadi cahaya yang menerangi.”
Berkaitan dengan ayat di atas, Syaikh Yusuf An-Nabhani mengatakan bahwa cahaya Rasulullah SAW itu bersinar meliputi seluruh alam semesta. Seperti halnya bila Rasulullah berjalan di jalan raya, maka semerbaklah bau harum darinya, sehingga aroma itu dijumpai pada setiap jalan yang telah dilewatinya.
Masalah nur Muhammad memang masalah hakikat. Masalah abstrak. Ia berada dalam ruang lingkup keimanan. Dalam hal ini, An-Nabhani kemudian merujuk pada beberapa kisah yang diabadikan dalam Al-Quran, seperti Maryam, Nabi Yahya AS, Nabi Isa AS. Mereka adalah hamba-hamba Allah yang mempunyai hal (keadaan) dan maqam (kedudukan) istimewa, sehingga keadaan yang mereka alami (peroleh) tidak dapat dipahami bila hanya disimak melalui akal pikiran atau melalui pancaindra. Kisah-kisah seperti Maryam yang melahirkan tanpa suami, dan Nabi Isa AS yang dapat menghidupkan orang yang sudah mati, adalah kejadian yang sangat luar biasa, dan hanya dapat dipahami melalui mata hati dan keimanan.
Kesempurnaan Sifat Rasulullah SAWHabib Ali bin Muhammad Al-Habsyi dalam kitab Simthud Durar-nya kemudian menerangkan proses selanjutnya dari perjalanan nur Muhammad itu, “Dan manakala kebahagiaan abadi menampakkan pengamatannya yang tersembunyi mengkhususkan manusia yang dipilihnya dengan kekhususan yang sempurna, dititipkannya cahaya terang benderang ini pada berbagai sulbi dan rahim yang dimuliakan di antara penghuni jagat raya dan berpindah-pindah dari sulbi Adam, Nuh, dan Ibrahim, sehingga pada akhirnya sampailah ia ke ayahnya yang terpilih menerima kehormatan tiada terhingga, Abdullah bin Abdul Muthalib, yang bijak dan berwibawa, serta ibundanya Aminah yang mulia, yang selalu merasa aman dan tenteram meskipun di tengah apa saja yang menggelisahkan….”
Setelah kelahirannya, akhlaq mulia Rasulullah SAW mengundang decak kagum setiap mata yang memandangnya dan setiap telinga yang mendengar perangai kebaikannya. Kesemuanya itu tak lain merupakan cerminan dari kesempurnaan sifat yang telah Allah pantulkan dari sifat-sifat-Nya yang sempurna.
Namun secara lahiriah, sebagaimana yang diterangkan oleh Sayyid Muhammad bin Alwi Al-Maliki, seorang muhaddits kenamaan, kesempurnaan dan keutamaan akhlaq Nabi Muhammad SAW itu lantaran hati yang bersih dan suci yang dimilikinya. Berdasarkan keterangan Al-Maliki, kebersihan dan kesucian hati Nabi Muhammad SAW melalui empat proses pembedahan (pembersihan).
Pertama, ketika Nabi Muhammad SAW masih kecil. Kedua, ketika Nabi Muhammad SAW berusia sepuluh tahun. Hikmah pembedahan hati Nabi Muhammad pada usia ini karena pada usia sepuluh tahun adalah usia mendekati dewasa.
Ketiga, pada saat dada Nabi Muhammad SAW dibelah ketika Malaikat Jibril datang membawa wahyu saat beliau diangkat menjadi nabi. Hikmah pada pembedahan ini adalah menambah kemuliaan padanya, serta kekuatan dan persiapannya menerima dan menyampaikan wahyu yang akan disampaikan kepadanya, agar beliau kuat serta dalam kedudukan yang sempurna dan suci.
Yang terakhir, atau yang keempat, adalah saat dada Nabi Muhammad SAW dibelah pada malam Isra. Hikmah pada pembedahan ini adalah mengangkat derajat kemuliaan Nabi Muhammad SAW serta kesiapannya berada di sisi Allah SWT.
Keterangan Al-Maliki di atas sejalan dengan konsep nur Muhammad yang identik dengan kesempurnaan, kemuliaan, dan keagungan. Dengan demikian, ungkapan nur Muhammad selalu dihubungkan dengan pribadi Nabi Muhammad SAW, karena Nabi Muhammad-lah yang memiliki keadaan dan sifat sempurna tersebut, baik secara jasmaniah maupun ruhaniah. IY

AWAL CIPTAAN MAKHLUK (MANUSIA) DAN NUR MUHAMMAD


Awal ciptaan makhluk (Manusia) dan Nur Muhammad saw

In Cerita Sufi on March 4, 2009 at 7:43 am
Awal ciptaan makhluk (Manusia) dan Nur Muhammad
Di bawah ini merupakan petikan dari Buku “Sirr al-Asrar” oleh As-Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani, halaman 10 hingga 16.
Makhluk yang pertama yang di ciptakan oleh Allah adalah Ruh Muhammad saw. Ia diciptakan dari cahaya ‘Jamal’ Allah. Sebagaimana firman Allah di dalam hadis Qudsi “Aku ciptakan ruh Muhammad dari cahaya Zat Ku”.
Nabi Muhammad saw, juga bersabda: “Yang pertama diciptakan oleh Allah ialah ruh ku. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah cahaya ku. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah qalam. Dan yang pertama diciptakan oleh Allah ialah akal”.
Ruh, cahaya, qalam dan akal pada dasarnya adalah satu yaitu hakikat Muhammad.
Hakikat Muhammad di sebut “nur”, karena bersih dari segala kegelapan yang menghalangi untuk dekat kepada Allah sebagaimana firman Allah “Telah datang kepada mu cahaya dan kitab penerang dari Allah”.
Hakikat Muhammad di sebut juga akal, karena ia yang menemukan segala sesuatu. Hakikat Muhammad disebut qalam karena ia yang menjadi sebab perpindahan ilmu (seperti halnya mata pena sebagai pengalih ilmu di alam huruf pengetahuan yang tertulis). Ruh Muhammad adalah ruh yang termurni sebagai makhluk pertama dan asal seluruh makhluk sesuai dengan sabda Rasulullah saw: “Aku dari Allah dan orang-orang mukmin dari aku”.
Dan dari ruh Muhammad itulah, Allah menciptakan semua ruh di alam ‘Lahut’ dalam bentuk yang terbaik yang hakiki. Itulah nama seluruh manusia di alam Lahut. Alam Lahut adalah negeri bagi seluruh manusia. Allah menciptakan Arasy dari cahaya zat Muhammad saw. Bagitu juga makhluk lain berazal dari zat Muhammad.
Selanjutnya ruh-ruh di turunkan ke alam yang terendah, dimasukan pada makhluk yang terendah yaitu jasad. Sebagaimana firman Allah “Kemudian Aku turunkan manusia ke tempat yang terendah” Proses turunnya adalah setelah ruh diciptakan di alam Lahut, maka diturunkan ke alam Jabarut dan dibalut dengan cahaya Jabarut. Sebagai pakaian antara dua haram lapis kedua ini di sebut ruh ‘Sultani’.
Selanjutnya ia diturunkan lagi ke alam Malakut dan dibalut dengan cahaya Malakut yang disebut ruh ‘Ruhani’. Kemudian diturunkan lagi ke alam Mulki dan dibalut dengan cahaya Mulki. Lapis keempat ini di sebut ruh ‘Jismani’.
Selanjutnya Allah ciptakan badan (jasad) dari Mulki (bumi), sebagaimana firman Allah: “Dari bumi aku mencipta kamu. Kepada bumi aku mengembalikan mu. Dan dari bumi pula lah aku mengeluarkan mu”.
Setelah terwujud jasad, Allah memerintahkan ruh agar masuk ke dalam jasad, maka ruh masuk ke dalam jasad, sebagaimana firman Allah: “Ku tiupkan ruh dari Ku ke dalam jasad”.
Ketika ruh berada di dalam jasad, ruh lupa akan perjanjian awal di alam Lahut yaitu hari perjanjian: “Bukankah Aku ini tuhan mu” Ruh menjawab, “Benar, engkau adalah Tuhan kami”.
Karena ruh lupa pada perjanjian awal, maka ruh tidak dapat kembali ke alam Lahut sebagai tempat asal. Karena itu, dan kasihnya Allah menolong mereka (manusia) dengan menurunkan kitab-kitab samawi sebagai peringatan tentang negeri asal mereka, sesuai dengan firman Allah “Berikanlah peringatan pada mereka tentang hari-hari Allah”, yaitu hari pertemuan antara Allah dengan seluruh arwah (ruh) di alam Lahut. Lain halnya dengan para nabi, mereka datang ke bumi dan kembali ke akhirat, badannya di bumi, sedangkan ruhnya berada di negeri asal karena adanya peringatan ini.
Sangat sedikit orang yang sadar dan kembali serta berkeinginan dan sampai ke alam asal mereka. Karena sedikitnya manusia yang mampu kembali ke alam asal, maka Allah melimpahkan kenabian kepada ruh agung Muhammad Rasulullah, penutup penunjuk jalan dari kesesatan ke alam terang. Ia ditulis untuk mengingatkan mereka yang lupa membuka hatinya. Nabi mengajak manusia agar kembali dan sampai serta bertemu dengan ‘Jamal Allah’ yang azali, sesuai dengan firman Allah: “Katakanlah, Ini adalah jalan Ku. Aku mengajak ke jalan Allah dengan pandangan yang jelas. Aku dan para pengikut Ku”.
Nabi bersabda “Para sahabat ku seperti bintang-bintang, mengikuti yang mana pun kamu akan mendapat petunjuk”.
Pada ayat tadi dijelaskan bahwa Nabi mengajak manusia kembali kepada Allah dengan pandangan yang jelas, yang di dalam Al-Quran di sebut ‘basyirah’. Basyirah adalah dari ruh asli yang terbuka pada ‘Mata Hati’ bagi para aulia. Basyirah tidak akan terbuka hanya dengan Ilmu Zahir saja, tetapi untuk membukanya harus dengan Ilmu Ladunni Batin (ilmu yang langsung dari Allah). Sesuai dengan firman Allah “Kepada dia Ku berikan ilmu yang langsung dari Ku”.
Untuk menghasilkan basyirah, manusia mengambilnya dari ahli basyirah dengan mengambil talqin dari seorang wali mursyid yang telah berkomunikasi dengan alam lahut.
Wahai saudara ku, masuklah pada ‘tariq’ (jalan kembali kepada Allah) dan kembalilah kepada Tuhan mu bersama golongan ahli ruhani. Waktu sangat sempit, jalan hampir tertutup dan sulit tempat untuk kembali ke negeri asal (Alam Lahut).

Kamis, 29 September 2011

Sultan Muhammad Al-Fatih, Kisah Ahli Tahajud : Kisah Pedang Malam Al Fatih


Sultan Muhammad Al-Fatih, Kisah Ahli Tahajud : Kisah Pedang Malam Al Fatih

Posted on 
  • by 
  • Sang Pemimpi
  •  in 
  • Label: 
  • Sultan Muhammad Al-Fatih, Kisah Ahli Tahajud : Kisah Pedang Malam Al Fatih - Dalam sejarah, Islam pernah menaklukkan benua Eropa. Siapa sangka salah satu dari Panglima Perang saat itu adalah seorang pemuda yang sangat saleh, berusia 21 tahun, yang bernama Sultan Muhammad Al Fatih (30 Maret 1432 – 3 Mei 1481) . Ia merupakan seorang sultan Turki Utsmani yang menaklukkan Kekaisaran Romawi Timur. Mempunyai kepakaran dalam bidang ketentaraan, sains, matematika & menguasai 6 bahasa saat berumur 21 tahun. Seorang pemimpin yang hebat, pilih tanding, dan tawadhu' setelah Sultan Salahuddin Al-Ayyubi (pahlawan Islam dalam perang Salib) dan Sultan Saifuddin Mahmud Al-Qutuz (pahlawan Islam dalam peperangan di 'Ain Al-Jalut melawan tentara Mongol).

    Kejayaannya dalam menaklukkan Konstantinopel menyebabkan banyak kawan dan lawan kagum dengan kepimpinannya serta taktik & strategi peperangannya yang dikatakan mendahului pada zamannya dan juga kaedah pemilihan tenteranya. Ia jugalah yang mengganti nama Konstantinopel menjadi Islambul (Islam keseluruhannya) . Kini nama tersebut telah diganti oleh Mustafa Kemal Ataturk menjadi Istanbul. Untuk memperingati jasanya, Masjid Al Fatih telah dibangun di sebelah makamnya.

    Diceritakan bahwa tentara Sultan Muhammad Al Fatih tidak pernah meninggalkan solat wajib sejak baligh & separuh dari mereka tidak pernah meninggalkan solat tahajjud sejak baligh. Hanya Sulthan Muhammad Al Fatih saja yang tidak pernah meninggalkan solat wajib, tahajud & rawatib sejak baligh hingga saat kematiannya.


    Kejayaan dan kesuksesan hidup ia telah raih di usia yang begitu muda. Ia-pun dikenang jutaan manusia sepanjang abad. Harum nama Sultan Al Fatih diperoleh berkat keshalehan, keberanian dan kemuliaan akhlaknya. Sebagai jenderal beliau memimpin laskar islam menaklukkan benteng terkuat imperium Byzantium , Konstantinopel. Kota ini diubahnya menjadi kota Istambul. Dari sini beliau menebarkan kasih sayang islam di bumi eropa.

    Apa rahasia dibalik semua kesuksesan beliau? Ternyata rahasianya beliau sangat kuat shalat malamnya yaitu tahajud. Bukankah Rasulullah saw SAW menegakkan shalat tahajud sepanjang malam dan setiap hari? Bukankah beliau Rasulullah saw SAW shalat tahajud merupakan kewajiban yang tak bisa beliau tinggalkan dalam setiap perjuanganya.

    Jika anda bertanya, apakah benar Muhammad Al Fatih sudah melakukan tindakan besar yang megubah sejarah peradaban dunia? Ya, dalam sejarah, hal ini tidak aneh. Bukankah sahabat Rasulullah saw SAW bernama Usamah juga menjadi panglima perang dalam usia 18 tahun. Sementara yang menjadi prajuritnya adalah Umar bin Khatab sahabat Rasulullah saw SAW yang waktu itu sudah tua. Ini menunjukkan betapa kualitas keimanan dan kekuatan ruhani Usamah menjadi salah satu ukuran yang dipertimbangkan Rasulullah saw SAW ketika menetapkan Usamah memimpin ekspedisi militer menghadapi kekuatan super power Romawi?

    Namun Sang Pedang Malam, orang asia bernama Muhammad Al Fatih merontokkan super power Romawi pada 1453, agak unik. Beliau ahli shalat malam (tahajud), ahli qiyamul lail. Beliau selau kontak dengan energi terbesar di alam semesta ini, Allah SWT. Beliau selalu taqarrub, mendekatkan diri kepada Allah SWT, Pemilik dan Penguasa Tunggal Alam semesta.

    Sejak kecil Sultan Muhammad Al Fatih dididik oleh seorang wali. Beliau tumbuh menjadi remaja yang memiliki kepribadian unggul. Beliau jadi Sultan, dalam usia 19 tahun menggantikan sang ayah.

    Bagaimana sifat Sultan Muhammad Al Fatih sehingga beliau mampu memetik keberhasilan dalam hidupnya dengan sangat efektif, merebut benteng Konstantinopel yang kokoh itu. “sifatnya tenang, berani, sabar menanggung penderitaan, tegas dalam membuat keputusan dan mempunyai kemampuan mengawasi diri (self control) yang luar biasa. Kemampuanya dalam memimpin dan mengatur pemerintahan sangat menonjol.”

    Sultan Muhammad Al Fatih sangat tegas terhadap musuh. Namun, lembut qolbunya bagai selembar sutra dalam menghadapi rakyat yang dipimpinnya. Kebiasaan Sultan Muhammad Al Fatih, unik. Beliau selalu berkeliling di malam hari, memeriksa kondisi teman dan rakyatnya. Sengaja beliau berkeliling untuk memastikan agar rakyat dan kawan-kawanya menegakkan shalat malam dan qiyamullail.

    Qiyamul lail, shalat tahajud, inilah senjata utama Muhammad Al Fatih dalam mengarungi kehidupan di dunia yang fana ini. Inilah Pedang Malam, yang selalu diasahnya dengan tulus ikhlas dan khusuk, ditegakkan setiap malam. Dengan pedang malam ini timbul energi yang luar biasa dari pasukan Muhammad Al Fatih. Sjarah mencatat Muhammad Al Fatih yang baru berusia 21 tahun berhasil menggapai sukses besar, menerobos benteng Konstantinopel, setelah dikepung beberapa bulan maka takluklah Konstantinopel.

    Suatu hari timbul soal ketika pasukan islam hendak melaksanakan shalat jum’at yang pertama kali di kota itu.

    “Siapakah yang layak menjadi imam shalat jum’at?” tak ada jawaban. Tak ada yang berani yang menawarkan diri ! lalu Muhammad Al Fatih tegak berdiri. Beliau meminta kepada seluruh rakyatnya untuk bangun berdiri.

    Kemudian beliau bertanya. “ Siapakah diantara kalian yang sejak remaja, sejak akhil baligh hingga hari ini pernah meninggalkan meninggalkan shalat wajib lima waktu, silakan duduk!!” Subhanalloh……!!! Maha suci Allah ! tak seorangpun pasukan islam yang duduk. Semua tegak berdiri. Apa artinya? Itu berarti, tentara islam pimpinan Muhammad Al Fatih sejak masa remaja mereka hingga hari ini, tak seorangpun yang meninggalkan shalat fardhu. Tak sekalipun mereka melalaikan shalat fardhu. Luar biasa…..!!!!! !

    Lalu Muhammad Al Fatih kembali bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak baligh dahulu hingga hari ini pernah meninggalkan shalat sunah rawatib? Kalau ada yang pernah meninggalkan shalat sunah sekali saja silakan duduk!!!”. Sebagian lainya segera duduk. Artinya, pasuka islam sejak remaja mereka ada yang teguh hati, tidak pernah meninggalkan shalat sunah setelah maghrib, dua roka’at sebelu shubuh dan shalat rowatib lainya. Namun ada yang pernah meninggalkanya. Betapa kualitas karakter dan keimanan mereka sebagai muslim sungguh bernilai tinggi, sungguh jujur, pasukan islam Al Fatih.

    Dengan mengedarkan matanya ke seluruh rakyat dan pasukanya Muhammad Al Fatih kembali berseru lalu bertanya: “ Siapa diantara kalian yang sejak masa akhil baligh sampai hari ini pernah meninggalkan shalat tahajud di kesunyian malam? Yang pernah meninggalkan atau kosong satu malam saja, silakan duduk!!”

    Apa yang terjadi…???? Terlukislah pemandangan yang menakjubkan sejarawan barat dan timur. Semua yang hadir dengan cepat duduk!!” Hanya ada seorang saja yang tetap tegak berdiri. Siapakah dia??? dialah, Sultan Muhammad Al Fatih, sang penakluk benteng super power Byzantium Konstantinopel. Beliaulah yang pantas menjadi imam shalat jumat hari itu. Karena hanya Al Fatih seorang yang sejak remaja selalu mengisi butir-butir malam sunyinya dengan bersujud kepada Allah SWT, tidak pernah kosong/absen semalampun.

    Dalam sejarah ditulis, bahwa pasukan Sultan Muhammad Al-Fatih tiba di kota Konstantinopel pada hari Kamis 26 Rabiul Awal 857 H atau 6 April 1453 M. Di hadapan tentaranya, Sulthan Al-Fatih lebih dahulu berkhutbah mengingatkan tentang kelebihan jihad, kepentingan memuliakan niat dan harapan kemenangan di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Dia juga membacakan ayat-ayat Al-Qur'an mengenainya serta hadis Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam tentang pembukaan kota Konstantinopel. Ini semua memberikan semangat yang tinggi pada bala tentera dan lantas mereka menyambutnya dengan zikir, pujian dan doa kepada Allah Subhana Wa Ta'ala.

    Sultan Muhammad Al-Fatih pun melancarkan serangan besar-besaran ke benteng Bizantium di sana. Takbir "Allahu Akbar, Allahu Akbar!" terus membahana di angkasa Konstantinopel seakan-akan meruntuhkan langit kota itu. Pada 27 Mei 1453, Sultan Muhammad Al-Fatih bersama tentaranya berusaha keras membersihkan diri di hadapan Allah Subhana Wa Ta'ala. Mereka memperbanyak shalat, doa, dan dzikir. Hingga tepat jam 1 pagi hari Selasa 20 Jumadil Awal 857 H atau bertepatan dengan tanggal 29 Mei 1453 M, serangan utama dilancarkan. Para mujahidin diperintahkan supaya meninggikan suara takbir kalimah tauhid sambil menyerang kota. Tentara Utsmaniyyah akhirnya berhasil menembus kota Konstantinopel melalui Pintu Edirne dan mereka mengibarkan bendera Daulah Utsmaniyyah di puncak kota. Kesungguhan dan semangat juang yang tinggi di kalangan tentara Al-Fatih, akhirnya berjaya mengantarkan cita-cita mereka.


    Sejak abad kedelapan sahabat Rasulullah saw berusaha merebut benteng ini. Salah satunya Abu Ayyub Al Anshari namun gagal. Baru setelah enam abad kemudian benteng itu berhasil direbut dibawah pimpinan Muhammad Al Fatih.Karena jasanya inilah beliau diberi gelar Al Fatih (sang pembuka) yaitu membuka kota Byzantium yang dulunya adalah Konstantinopel. Beliau adalah seorang pemberani, ahli strategi militer, juga istiqomah dalam shalat tahajudnya.

    Itulah sebuah kisah sejarah yang sungguh indah dalam bungkai ketakwaan kepada Allah SWT. Kisah Pedang Malam yang merupakan rahasia sukses dari seorang pribadi penggubah sejarah, bernama Muhammad Al Fatih, orang asia asal Turki, yang baru berusia 21 tahun. Shalat Tahajud merupakan modal yang sangat penting untuk membangun kekuatan ruhiyah dalam kesuksesan Al Fatih dikemudian hari. Sehingga islam jaya, berpendar-pendar cahayanya selama 500 tahun di bumi eropa sejak abad ke-15. Semuanya berasal dari Pedang Malam Al Fatih yang amat begitu luar biasa.

    Keberadaan Muhammad Al-Fatih telah diprediksi oleh Rasulullah SAW dalam sabdanya: “Kota Konstantinopel akan jatuh ke tangan Islam. Pemimpin yang menaklukkannya adalah sebaik-baik pemimpin dan pasukan yang berada di bawah komandonya adalah sebaik-baik pasukan.” [H.R. Ahmad bin Hanbal Al-Musnad 4/335].

    Dalam hadist lain diriwayatkan, :”Aku mendengar baginda Rasulullah S.A.W mengatakan seorang lelaki soleh akan dikuburkan di bawah tembok tersebut & aku juga ingin mendengar derapan tapak kaki kuda yang membawa sebaik-baik raja yang mana dia akan memimpin sebaik-baik tentara seperti yang telah diisyaratkan oleh baginda" (Abu Ayyub al-Anshari)

    Maasyaa Allah, Luar biasa……Sultan Muhammad Al Fatih (Sang Pembuka)……!!!!

    Ya Allah, aku bermohon pada-Mu agar Engkau jadikan kami dan sahabat kami semua yang membaca artikel ini semua, menjadi ahli Tahajjud, ahli Qiyamul lail, seperti halnya Rasulullah dan Keluarganya, sahabatnya dan seperti Si Pedang Malam, Sultan Muhammad Al Fatih. AmiinSultan Muhammad Al-Fatih, Kisah Ahli Tahajud : Kisah Pedang Malam Al Fatih 

    Sebarkan artikel ini, untuk menjadi amal ibadah kita, serta ketika telah mengambil manfaat dari kisah ini kita semua bisa menjadi bagian orang orang yang menegakkan Dinul Islam hingga Islam Berkuasa sepenuhnya di Indonesia.

    sumber ; http://www.daarulmuwahhid.org/dm/index.php?option=com_content&view=article&id=175:kisah-ahli-tahajud-kisah-pedang-malam-al-fatih-sang-pembuka&catid=45:kisah-teladan&Itemid=60

    Afatul Lisan (Bahaya Lisan)


    Afatul Lisan (Bahaya Lisan)



    Kemampuan berbicara adalah salah satu kelebihan yang Allah berikan kepada manusia, untuk berkomunikasi dan menyampaikan keinginan-keinginannya dengan sesama manusia. Ungkapan yang keluar dari mulut manusia bisa berupa ucapan baik, buruk, keji, dsb.


    Agar kemampuan berbicara yang menjadi salah satu ciri manusia ini menjadi bermakna dan bernilai ibadah, Allah SWT menyerukan umat manusia untuk berkata baik dan menghindari perkataan buruk. Allah SWT berfirman :

    “Dan katakan kepada hamba-hamba-Ku. “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar) sesungguhnya syaitan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (QS. 17: 53)

    ”Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (QS. 16:125)
    Rasulullah SAW bersabda :
    “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” HR. Muttafaq alaih

    “ Takutlah pada neraka, walau dengan sebiji kurma. Jika kamu tidak punya maka dengan ucapan yang baik “ Muttafaq alaih

    “Ucapan yang baik adalah sedekah” HR. Muslim.


    2. KEUTAMAAN DIAM

    Bahaya yang ditimbulkan oleh mulut manusia sangat besar, dan tidak ada yang dapat menahannya kecuali diam. Oleh karena itu dalam agama kita dapatkan anjuran diam dan perintah pengendalian bicara. Sabda Nabi:

    “ Barang siapa yang mampu menjamin kepadaku antara dua kumisnya (kumis dan jenggot), dan antara dua pahanya, saya jamin dia masuk sorga” HR. Al Bukhari

    “Tidak akan istiqamah iman seorang hamba sehingga istiqamah hatinya. Dan tidak akan istiqamah hati seseorang sehingga istiqamah lisannya” HR Ahmad

    Ketika Rasulullah ditanya tentang perbuatan yang menyebabkan masuk surga, Rasul menjawab : “Bertaqwa kepada Allah dan akhlaq mulia”. Dan ketika ditanya tentang penyebab masuk neraka, Rasul menjawab : “dua lubang, yaitu mulut dan kemaluan” HR. At Tirmidzi

    Rasulullah SAW bersabda : “Barang siapa yang bisa menjaga mulutnya, Allah akan tutupi keburukannya” HR. Abu Nuaim.

    Ibnu Mas'ud berkata : “Tidak ada sesuatupun yang perlu lebih lama aku penjarakan dari pada mulutku sendiri”

    Abu Darda berkata : “Perlakukan telinga dan mulutmu dengan obyektif. Sesungguhnya diciptakan dua telinga dan satu mulut, agar kamu lebih banyak mendengar dari pada berbicara.


    3. MACAM-MACAM AFATUL-LISAN, PENYEBAB DAN TERAPINYA

    Ucapan yang keluar dari mulut kita dapat dikategorikan dalam empat kelompok :
    murni membahayakan, ada bahaya dan manfaat, tidak membahayakan dan tidak menguntungkan, dan murni menguntungkan.

    Ucapan yang murni membahayakan maka harus dijauhi, begitu juga yang mengandung bahaya dan manfaat. Sedangkan ucapan yang tidak ada untung ruginya maka itu adalah tindakan sia-sia, merugikan. Tinggallah yang keempat yaitu ucapan yang menguntungkan.

    Berikut ini akan kita bahas afatul lisan dari yang paling tersembunyi sampai yang paling berbahaya. Ada dua puluh macam bahaya lisan, yaitu:


    1. Berbicara sesuatu yang tidak perlu
    Rasulullah SAW bersabda : “Di antara ciri kesempurnaan Islam seseorang adalah ketika ia mampu meninggalkan sesuatu yang tidak ia perlukan” HR At Tirmidzi

    Ucapan yang tidak perlu adalah ucapan yang seandainya anda diam tidak berdosa, dan tidak akan membahayakan diri maupun orang lain. Seperti menanyakan sesuatu yang tidak diperlukan. Contoh pertanyaan ke orang lain “apakah anda puasa, jika dijawab YA, membuat orang itu riya, jika dijawab TIDAK padahal ia puasa, maka dusta, jika diam tidak dijawab, dianggap tidak menghormati penanya. Jika menghindari pertanyaan itu dengan mengalihkan pembicaraan maka menyusahkan orang lain mencari – cari bahan, dst.

    Penyakit ini disebabkan oleh keinginan kuat untuk mengetahui segala sesuatu. Atau basa-basi untuk menunjukkan perhatian dan kecintaan, atau sekedar mengisi waktu dengan cerita-cerita yang tidak berguna. Perbuatan ini termasuk dalam perbuatan tercela.

    Terapinya adalah dengan menyadarkan bahwa waktu adalah modal yang paling berharga. Jika tidak dipergunakan secara efektif maka akan merugikan diri sendiri. selanjutnya menyadari bahwa setiap kata yang keluar dari mulut akan dimintai pertanggung jawabannya. ucapan yang keluar bisa menjadi tangga ke surga atau jaring jebakan ke neraka. Secara aplikatif kita coba melatih diri senantiasa diam dari hal-hal yang tidak diperlukan.


    2. Fudhulul-Kalam ( Berlebihan dalam berbicara)
    Perbuatan ini dikategorikan sebagai perbuatan tercela. Ia mencakup pembicaraan yang tidak berguna, atau bicara sesuatu yang berguna namun melebihi kebutuhan yang secukupnya. Seperti sesuatu yang cukup dikatakan dengan satu kata, tetapi disampaikan dengan dua kata, maka kata yang kedua ini “fudhul” (kelebihan). Firman Allah : “Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh bersedekah, berbuat ma'ruf, atau perdamaian di antara manusia” QS.4:114.

    Rasulullah SAW bersabda : “Beruntunglah orang yang dapat menahan kelebihan bicaranya, dan menginfakkan kelebihan hartanya “ HR. Al Baghawi.

    Ibrahim At Taymiy berkata : Seorang mukmin ketika hendak berbicara, ia berfikir dahulu, jika bermanfaat dia ucapkan, dan jika tidak maka tidak diucapkan. Sedangkan orang fajir (durhaka) sesungguhnya lisannya mengalir saja

    Berkata Yazid ibn Abi Hubaib :”Di antara fitnah orang alim adalah ketika ia lebih senang berbicara daripada mendengarkan. Jika orang lain sudah cukup berbicara, maka mendengarkan adalah keselamatan, dan dalam berbicara ada polesan, tambahan dan pengurangan.



    3. Al Khaudhu fil bathil (Melibatkan diri dalam pembicaraan yang batil)
    Pembicaraan yang batil adalah pembicaraan ma'siyat, seperti menceritakan tentang perempuan, perkumpulan selebritis, dsb, yang tidak terbilang jumlahnya. Pembicaraan seperti ini adalah perbuatan haram, yang akan membuat pelakunya binasa. Rasulullah SAW bersabda :
    “Sesungguhnya ada seseorang yang berbicara dengan ucapan yang Allah murkai, ia tidak menduga akibatnya, lalu Allah catat itu dalam murka Allah hingga hari kiamat” HR Ibnu Majah.
    “ Orang yang paling banyak dosanya di hari kiamat adalah orang yang paling banyak terlibat dalam pembicaraan batil” HR Ibnu Abiddunya.

    Allah SWT menceritakan penghuni neraka. Ketika ditanya penyebabnya, mereka menjawab: “ …dan adalah kami membicarakan yang batil bersama dengan orang-orang yang membicarakannya” QS. 74:45

    Terhadap orang-orang yang memperolok-olokkan Al Qur'an, Allah SWT memperingatkan orang-orang beriman :”…maka janganlah kamu duduk beserta mereka, sehingga mereka memasuki pembicaraan yang lain. Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa dengan mereka.” (QS.4:140)




    4. Al Jidal (Berbantahan dan Perdebatan)

    Perdebatan yang tercela adalah usaha menjatuhkan orang lain dengan menyerang dan mencela pembicaraannya, menganggapnya bodoh dan tidak akurat. Biasanya orang yang diserang merasa tidak suka, dan penyerang ingin menunjukkan kesalahan orang lain agar terlihat kelebihan dirinya.


    Hal ini biasanya disebabkan oleh taraffu' (rasa tinggi hati) karena kelebihan dan ilmunya, dengan menyerang kekurangan orang lain. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak akan tersesat suatu kaum setelah mereka mendapatkan hidayah Allah, kecuali mereka melakukan perdebatan” HR. At Tirmidzi


    Imam Malik bin Anas berkata : “Perdebatan akan mengeraskan hati dan mewariskan kekesalan”



    5. Al Khusumah (pertengkaran)

    Jika orang yang berdebat menyerang pendapat orang lain untuk menjatuhkan lawan dan mengangkat kelebihan dirinya. Maka al khusumah adalah sikap ingin menang dalam berbicara (ngotot) untuk memperoleh hak atau harta orang lain, yang bukan haknya. Sikap ini bisa merupakan reaksi atas orang lain, bisa juga dilakukan dari awal berbicara. Aisyah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya orang yang paling dibenci Allah adalah orang yang bermusuhan dan suka bertengkar” HR. Al Bukhari


    6. Taqa'ur fil-kalam (menekan ucapan)

    Taqa'ur fil-kalam maksudnya adalah menfasih-fasihkan ucapan dengan mamaksakan diri bersyaja' dan menekan-nekan suara, atau penggunaan kata-kata asing. Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang paling aku benci dan paling jauh dariku di hari kiamat, adalah orang-orang yang buruk akhlaknya di antara kamu, yaitu orang yang banyak bicara, menekan-nekan suara, dan menfasih-fasihkan kata”. HR. Ahmad


    Tidak termasuk dalam hal ini adalah ungkapan para khatib dalam memberikan nasehat, selama tidak berlebihan atau penggunaan kata-kata asing yang membuat pendengar tidak memahaminya. Sebab tujuan utama dari khutbah adalah menggugah hati, dan merangsang pendengar untuk sadar. Di sinilah dibutuhkan bentuk-bentuk kata yang menyentuh.



    7. Berkata keji, jorok dan caci maki
    Berkata keji, jorok adalah pengungkapan sesuatu yang dianggap jorok/tabu dengan ungkapan vulgar, misalnya hal-hal yang berkaitan dengn seksual, dsb. Hal ini termasuk perbuatan tercela yang dilarang agama. Nabi bersabda :

    Jauhilah perbuatan keji. Karena sesungguhnya Allah tidak suka sesuatu yang keji dan perbuatan keji dalam riwayat lain :”Surga itu haram bagisetiap orang yang keji. HR. Ibnu Hibban

    Orang mukmin bukanlah orang yang suka menghujat, mengutuk, berkata keji dan jorok HR. At Tirmidzi
    Ada seorang A'rabiy (pedalaman) meminta wasiat kepada Nabi : Sabda Nabi :“Bertaqwalah kepada Allah, jika ada orang yang mencela kekuranganmu, maka jangan kau balas dengan mencela kekurangannya. Maka dosanya ada padanya dan pahalanya ada padamu. Dan janganlah kamu mencaci maki siapapun. Kata A'rabiy tadi : “Sejak itu saya tidak pernah lagi mencaci maki orang”. HR. Ahmad.

    “Termasuk dalam dosa besar adalah mencaci maki orang tua sendiri” Para sahabat bertanya : “Bagaimana seseorang mencaci maki orang tua sendiri ? Jawab Nabi: “Dia mencaci maki orang tua orang lain, lalu orang itu berbalik mencaci maki orang tuanya”. HR. Ahmad.

    Perkataan keji dan jorok disebabkan oleh kondisi jiwa yang kotor, yang menyakiti orang lain, atau karena kebiasaan diri akibat pergaulan dengan orang-orang fasik (penuh dosa) atau orang-orang durhaka lainnya.



    8. La'nat (kutukan)

    Penyebab munculnya kutukan pada sesama manusia biasanya adalah satu dari tiga sifat berikut ini, yaitu : kufur, bid'ah dan fasik. Dan tingkatan kutukannya adalah sebagai berikut :


    1. orang kafir, ahli bid'ah dan orang-orang fasik.
    2. Kutukan dengan sifat yang lebih khusus, seperti: semoga kutukan Allah ditimpakan kepada kaum Yahudi, Nasrani dan Majusi, dsb.
    3. Kutukan kepada orang tertentu, seperti : si fulan la'natullah. Hal ini sangat berbahaya kecuali kepada orang-orang tertentu yang telah Allah berikan kutukan seperti Fir'aun, Abu Lahab, dsb. Dan orang-orang selain yang Allah tentukan itu masih memiliki kemungkinan lain.
    Kutukan yang ditujukan kepada binatang, benda mati , atau orang tertentu yang tidak Allah tentukan kutukannya, maka itu adalah perbuatan tercela yang harus dijauhi. Sabda Nabi :

    “ Orang beriman bukanlah orang yang suka mengutuk”
     HR At Tirmidzi

    “Janganlah kamu saling mengutuk dengan kutukan Allah, murka-Nya maupun jahanam”
     HR. At Tirmidzi.


    “Sesungguhnya orang-orang yang saling mengutuk tidak akan mendapatkan syafaat dan menjadi saksi di hari kiamat” HR. Muslim


    9. Ghina' (nyanyian) dan Syi'r (syair)

    Syair adalah ungkapan yang jika baik isinya maka baik nilainya, dan jika buruk isinya buruk pula nilainya. Hanya saja tajarrud (menfokuskan diri) untuk hanya bersyair adalah perbuatan tercela. Rasulullah SAW bersabda :

    “Sesungguhnya memenuhi rongga dengan nanah, lebih baik dari pada memenuhinya dengan syair” HR Muslim. Said Hawa mengarahkan hadits ini pada syair-syair yang bermuatan buruk.


    Bersyair secara umum bukanlah perbuatan terlarang jika di dalamnya tidak terdapat ungkapan yang buruk. Buktinya Rasulullah pernah memerintahkan Hassan bin Tsabit untuk bersyair melawan syairnya orang kafir.



    10. Al Mazah (Sendau gurau)

    Secara umum mazah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama, kecuali sebagian kecil saja yang diperbolehkan. Sebab dalam gurauan sering kali terdapat kebohongan, atau pembodohan teman. Gurauan yang diperbolehkan adalah gurauan yang baik, tidak berdusta/berbohong, tidak menyakiti orang lain, tidak berlebihan dan tidak menjadi kebiasaan. Seperti gurauan Nabi dengan istri dan para sahabatnya.

    Kebiasaan bergurau akan membawa seseorang pada perbuatan yang kurang berguna. Disamping itu kebiasaan ini akan menurunkan kewibawaan.


    Umar bin Khatthab berkata : “Barang siapa yang banyak bercanda, maka ia akan diremehkan/dianggap hina”.

    Said ibn al Ash berkata kepada anaknya : “Wahai anakku, janganlah bercandadengan orang mulia, maka ia akan dendam kepadamu, jangan pula bercanda dengan bawahan maka nanti akan melawanmu”



    11. As Sukhriyyah (Ejekan) dan Istihza'( cemoohan)Justify Full

    Sukhriyyah berarti meremehkan orang lain dengan mengingatkan aib/kekurangannya untuk ditertawakan, baik dengan cerita lisan atau peragaan di hadapannya. Jika dilakukan tidak di hadapan orang yang bersangkutan disebut ghibah (bergunjing).

    Perbuatan ini terlarang dalam agama. Firman Allah : 

    “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka yang diolok-olok lebih baik dari mereka yang mengolok-olok dan janganlah pula wanita-wanita mengolok-olok wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita yang diolok-olok itu lebih baik dari yang mengolok-olok “ (QS. 49:11)

    Muadz bin Jabal ra. berkata : Nabi Muhammad SAW bersabda : “ Barang siapa yang mencela dosa saudaranya yang telah bertaubat, maka ia tidak akan mati sebelum melakukannya” HR. At Tirmidzi



    12. Menyebarkan rahasia

    Menyebarkan rahasia adalah perbuatan terlarang. Karena ia akan mengecewakan orang lain, meremehkan hak sahabat dan orang yang dikenali. Rasulullah SAW bersabda :

    “Sesungguhnya orang yang paling buruk tempatnya di hari kiamat, adalah orang laki-laki yang telah menggauli istrinya, kemudian ia ceritakanrahasianya”. HR. Muslim



    13. Janji palsu

    Mulut sering kali cepat berjanji, kemudian hati mengoreksi dan memutuskan tidak memenuhi janji itu. Sikap ini menjadi pertanda kemunafikan seseorang.

    Firman Allah : “Wahai orang-orang beriman tepatilah janji…” (QS 5:1)

    Pujian Allah SWT pada Nabi Ismail as: “Sesungguhnya ia adalah seorang yang benar janjinya..” QS 19:54

    Rasulullah SAW bersabda : “ada tiga hal yang jika ada pada seseorang maka dia adalah munafiq, meskipun puasa, shalat, dan mengaku muslim. Jikaberbicara dusta, jika berjanji ingkar, dan jika dipercaya khianat”Muttafaq alaih dari Abu Hurairah



    14. Bohong dalam berbicara dan bersumpah
    Berbohong dalam hal ini adalah dosa yang paling buruk dan cacat yang paling busuk. Rasulullah SAW bersabda :

    “Celaka orang berbicara dusta untuk ditertawakan orang, celaka dia, celaka dia” HR Abu Dawud dan At Tirmidzi


    “Sesungguhnya berbohong akan menyeret orang untuk curang. Dan kecurangan akan menyeret orang ke neraka. Dan sesungguhnya seseorang yang berbohong akan terus berbohong hingga ia dicatat di sisi Allah sebagai pembohong” Muttafaq alaih.

    “Ada tiga golongan yang Allah tidak akan menegur dan memandangnya di hari kiamat, yaitu : orang yang membangkit-bangkit pemberian, orang yang menjual dagangannya dengan sumpah palsu, dan orang yang memanjangkan kain sarungnya” HR Muslim.



    15. Ghibah (Bergunjing)

    Ghibah adalah perbuatan tercela yang dilarang agama. Rasulullah pernah bertanya kepada para sahabat tentang arti ghibah. Jawab para sahabat: ”Hanya Allah dan Rasul-Nya yang mengetahui”. Sabda Nabi: “ghibah adalah menceritakan sesuatu dari saudaramu, yang jika ia mendengarnya ia tidak menyukainya.” Para sahabat bertanya : “Jika yang diceritakan itu memang ada? Jawab Nabi : ”Jika memang ada itulah ghibah, jika tidak ada maka kamu telah mengada-ada” HR Muslim.

    Al Qur'an menyebut perbuatan ini sebagai memakan daging saudara sendiri (QS. 49:12)
    Ghibah bisa terjadi dengan berbagai macam cara, tidak hanya ucapan, bisa juga tulisan, peragaan. dsb.
    Hal-hal yang mendorong terjadinya ghibah adalah hal-hal berikut ini :


    1. Melampiaskan kekesalan/kemarahan

    2. Menyenangkan teman atau partisipasi bicara/cerita

    3. Merasa akan dikritik atau dcela orang lain, sehingga orang yang dianggap hendak mencela itu jatuh lebih dahulu.

    4. Membersihkan diri dari keterikatan tertentu

    5. Bercanda dan bergurau, sekedar mengisi waktu

    6. Menghina dan meremehkan orang lain

    Terapi ghibah sebagaimana terapi penyakit akhlak lainnya yaitu dengan ilmu dan amal. Secara umum ilmu yang menyadarkan bahwa ghibah itu berhadapan dengan murka Allah. Kemudian mencari sebab apa yang mendorongnya melakukan itu. Sebab pada umumnya penyakit itu akan mudah sembuh dengan meotong penyebabnya. Menceritakan kekurangan orang lain dapat dibenarkan jika terdapat alasan berikut ini:


    1. Mengadukan kezaliman orang lain kepada qadhi

    2. Meminta bantuan untuk merubah kemunkaran

    3. Meminta fatwa,seperti yang dilakukan istri Abu Sufyan pada Nabi.

    4. Memperingatkan kaum muslimin atas keburukan seseorang

    5. Orang yang dikenali dengan julukan buruknya, seperti al a'raj (pincang),dst.

    6. Orang yang diceritakan aibnya, melakukan itu dengan terang-terangan (mujahir)

    Hal-hal penting yang harus dilakukan seseorang yang telah berbuat ghibah adalah :


    1. Menyesali perbuatan ghibahnya itu

    2. Bertaubat, tidak akan mengualnginya lagi

    3. Meminta maaf/dihalalkan dari orang yang digunjingkan


    16. Namimah (adu domba)
    Namimah adalah menyampaikan pembicaraan seseorang kepada orang lain



    17. Perkataan yang berlidah dua


    18. Menyanjung


    19. Kurang cermat dalam berbicara (asal bunyi)


    20. Melibatkan diri secara bodoh pada beberapa pengetahuan dan pertanyaan yang menyulitkan

    Referensi : Al Qur'an dan Afatul Lisan