Sabtu, 30 Juli 2011

Tauhid ahlus-sunnah

Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga tercurah atas
Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Seiring dengan merebaknya berbagai paham yang menyimpang
di kalangan masyarakat kita, seperti tasybih (menyerupakan Allah
dengan makhluk-Nya), takfir (pengkafiran) tanpa alasan, penolakan
dan pengingkaran terhadap empat madzhab dan lain-lain, maka
pemahaman dan pengajaran aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah harus
kembali ditekankan. Karena aqidah ini adalah aqidah mayoritas umat
Islam, dari masa Rasulullah hingga kini, aqidah golongan yang selamat
(al Firqah an-Najiyah). Karena itulah para ulama empat madzhab
menulis berbagai karya, dari mulai tulisan mukhtasharat (ringkasan)
hingga muthawwalat (buku-buku besar) dalam menerangkan aqidah
Ahlussunnah ini (seperti bisa dilihat dalam kutipan-kutipan buku ini).
Aqidah sunniyyah adalah aqidah yang telah disepakati
kebenarannya oleh segenap kaum muslimin di seluruh penjuru bumi.
Aqidah inilah aqidah yang telah dibawa oleh Rasulullah dan para
sahabat. Aqidah ini kemudian dijelaskan kembali berikut dengan dalildalil
naqli dan aqli serta bantahan terhadap golongan-golongan yang
menyempal oleh dua imam besar; al Imam Abu al Hasan al Asy’ari
dan Al Imam Abu Manshur al Maturidi -semoga Allah meridlai
keduanya-. Akhirnya pada awal abad IV H Ahlussunnah dikenal
dengan nama baru al Asya’irah dan al Maturidiyyah. Mereka adalah
mayoritas umat yang tergabung dalam pengikut madzhab empat.
Sesuatu yang patut disayangkan adalah merebaknya pahampaham
yang berseberangan dengan aqidah Ahlussunnah dengan klaim
sebagai Ahlussunnah. Seperti paham yang mengatakan bahwa Allah
bersemayam di atas ‘Arsy atau Kursi (sebagian mereka menyatakan di
langit), mengharamkan ziarah kubur, memusyrikkan orang yang
bertawassul, menyatakan semua bid’ah (hal yang tidak disebut secara

eksplisit dalam al Qur’an dan Sunnah) adalah sesat, dan banyak hal
lainnya. Bahkan pada kurun terakhir ini telah timbul paham baru –
mengikut paham salah satu sub sekte Khawarij– yang mengkafirkan
penduduk suatu negara yang tidak memakai syariat Islam. Mereka
mengkafirkan semua orang, baik yang duduk dalam pemerintahan
negara tersebut maupun rakyat biasa. Paham-paham inilah yang mulai
merebak di masyarakat kita. Paham-paham yang jelas-jelas menyalahi
apa yang telah disepakati oleh Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Buku ini semoga menjadi penawar bagi kegelisahan–
kegelisahan. Kandungan buku ini adalah sesuatu yang telah disepakati
kebenarannya di kalangan Ahlussunnah Wal Jama’ah. Referensi yang
menjadi rujukannya adalah semua kitab-kitab mu’tabar yang beredar di
kalangan Ahlussunnah. Beberapa rekomendasi para ulama kami
cantumkan sebagai apresiasi dan persetujuan mereka terhadap isi buku
ini yang memang tidak menyimpang sedikitpun dari jalur Ahlussunnah
Wal Jama’ah yang secara berkesinambungan diwarisi oleh masyarakat
muslim Indonesia dari generasi ke generasi.
Wabillah at-Taufiq .

Lembaga LITBANG
Syabab Ahlussunnah Wal Jama’ah
(SYAHAMAH)
Jakarta, 1 Agustus 2003


Siapakah
Ahlussunnah Wal Jama’ah ?


Ahlussunnah Wal Jama’ah adalah golongan mayoritas umat
Muhammad. Mereka adalah para sahabat dan orang-orang yang
mengikuti mereka dalam dasar-dasar aqidah. Merekalah yang
dimaksud oleh hadits Rasulullah shallallahu ‘alayhi wasallam:

"... فَمن َأراد بحبوحةَ الْجنة فَلْيلْزمِ الْجماعةَ" (رواه الترمذي)

Maknanya: "…maka barang siapa yang menginginkan tempat lapang di
surga hendaklah berpegang teguh pada al Jama’ah; yakni berpegang teguh
pada aqidah al Jama’ah”. (Hadits ini dishahihkan oleh al Hakim,
dan at-Tirmidzi mengatakan hadits hasan shahih)
Setelah tahun 260 H menyebarlah bid’ah Mu’tazilah,
Musyabbihah dan lainnya. Maka dua Imam yang agung Abu al Hasan
al Asy’ari (W 324 H) dan Abu Manshur al Maturidi (W 333 H) -semoga
Allah meridlai keduanya- menjelaskan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah
yang diyakini para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka,
dengan mengemukakan dalil-dalil naqli (nash-nash al Qur’an dan al
hadits) dan ‘aqli (argumen rasional) disertai dengan bantahan-bantahan
terhadap syubhah-syubhah (sesuatu yang dilontarkan untuk
mengaburkan hal yang sebenarnya) Mu’tazilah, Musyabbihah dan
lainnya, sehingga Ahlussunnah Wal Jama’ah dinisbatkan kepada
keduanya. Mereka (Ahlussunnah) akhirnya dikenal dengan nama al
Asy’ariyyun (para pengikut al Asy’ari) dan al Maturidiyyun (para pengikut

al Maturidi). Jalan yang ditempuh oleh al Asy’ari dan al Maturidi
dalam pokok-pokok aqidah adalah sama dan satu.
Al Hafizh Murtadla az-Zabidi (W 1205 H) dalam al Ithaf juz II
hlm. 6, mengatakan: “Pasal Kedua: "Jika dikatakan Ahlussunnah Wal
Jama’ah maka yang dimaksud adalah al Asy’ariyyah dan al Maturidiyyah”.
Mereka adalah ratusan juta ummat Islam (golongan mayoritas).
Mereka adalah para pengikut madzhab Syafi’i, para pengikut madzhab
Maliki, para pengikut madzhab Hanafi dan orang-orang utama dari
madzhab Hanbali (Fudhala’ al Hanabilah). Sedangkan Rasulullah
shallallahu ‘alayhi wasallam telah memberitahukan bahwa mayoritas
ummatnya tidak akan sesat. Alangkah beruntungnya orang yang
senantiasa mengikuti mereka.
Maka diwajibkan untuk penuh perhatian dan keseriusan dalam
mengetahui aqidah al Firqah an-Najiyah yang merupakan golongan
mayoritas, karena ilmu aqidah adalah ilmu yang paling mulia
disebabkan ia menjelaskan pokok atau dasar agama. Rasulullah
shallalllahu ‘alayhi wasallam ditanya tentang sebaik-baik perbuatan,
beliau menjawab:
"ِإيْمانٌ ِباللهِ ور  سوله" (رواه البخاري)
Maknanya: “Iman kepada Allah dan Rasul-Nya”. (H.R. al
Bukhari)
Sama sekali tidak berpengaruh, ketika golongan Musyabbihah mencela
ilmu ini dengan mengatakan ilmu ini adalah ‘ilm al Kalam al Madzmum
(ilmu kalam yang dicela oleh salaf). Mereka tidak mengetahui bahwa
‘ilm al Kalam al Madzmum adalah yang dikarang dan ditekuni oleh
Mu’tazilah, Musyabbihah dan ahli-ahli bid’ah semacam mereka.
Sedangkan ‘ilm al Kalam al Mamduh (ilmu kalam yang terpuji) yang
ditekuni oleh Ahlussunnah, dasar-dasarnya sesungguhnya telah ada di
kalangan para sahabat. Pembicaraan dalam ilmu ini dengan

membantah ahli bid’ah telah dimulai pada zaman para sahabat.
Sayyidina Ali -semoga Allah meridlainya- membantah golongan Khawarij
dengan hujjah-hujjahnya. Beliau juga membungkam salah seorang
pengikut ad-Dahriyyah (golongan yang mengingkari adanya pencipta
alam ini). Dengan hujjahnya pula, beliau mengalahkan empat puluh
orang Yahudi yang meyakini bahwa Allah adalah jism (benda). Beliau
juga membantah orang-orang Mu’tazilah. Ibnu Abbas -semoga Allah
meridlainya- juga berhasil membantah golongan Khawarij dengan
hujjah-hujjahnya. Ibnu Abbas, al Hasan ibn ‘Ali, ‘Abdullah ibn ‘Umar -
semoga Allah meridlai mereka semua- juga telah membantah kaum
Mu’tazilah. Dari kalangan Tabi’in; al Imam al Hasan al Bishri, al Imam
al Hasan ibn Muhammad ibn al Hanafiyyah cucu sayyidina ‘Ali, dan
khalifah ‘Umar ibn Abd al 'Aziz -semoga Allah meridlai mereka- juga
telah membantah kaum Mu’tazilah. Dan masih banyak lagi ulamaulama
salaf lainnya, terutama al Imam asy-Syafi’i -semoga Allah
meridlainya-, beliau sangat mumpuni dalam ilmu aqidah, demikian pula
al Imam Abu Hanifah, al Imam Malik dan al Imam Ahmad -semoga
Allah meridlai mereka- sebagaimana dituturkan oleh al Imam Abu
Manshur al Baghdadi (W 429 H) dalam Ushul ad-Din, al Hafizh Abu
al Qasim ibn ‘Asakir (W 571 H) dalam Tabyin Kadzib al Muftari, al
Imam az-Zarkasyi (W 794 H) dalam Tasynif al Masami’ dan al
'Allaamah al Bayadli (W 1098 H) dalam Isyaraat al Maram dan lainlain.
Telah banyak para ulama yang menulis kitab-kitab khusus
mengenai penjelasan aqidah Ahlussunnah Wal Jama’ah seperti Risalah
al 'Aqidah ath-Thahawiyyah karya al Imam as-Salafi Abu Ja’far ath-
Thahawi (W 321 H), kitab al ‘Aqidah an-Nasafiyyah karangan al Imam
‘Umar an-Nasafi (W 537 H), al ‘Aqidah al Mursyidah karangan al Imam
Fakhr ad-Din ibn ‘Asakir (W 630 H), al 'Aqidah ash-Shalahiyyah yang
ditulis oleh al Imam Muhammad ibn Hibatillah al Makki (W 599 H);
beliau menamakannya Hadaiq al Fushul wa Jawahir al Ushul, kemudian

menghadiahkan karyanya ini kepada sulthan Shalahuddin al Ayyubi
(W 589 H) -semoga Allah meridlainya-, beliau sangat tertarik dengan
buku tersebut sehingga memerintahkan untuk diajarkan sampai
kepada anak-anak kecil di madrasah-madrasah, sehingga buku tersebut
kemudian dikenal dengan sebutan al 'Aqidah ash-Shalahiyyah.
Sulthan Shalahuddin adalah seorang ‘alim yang bermadzhab
Syafi’i, mempunyai perhatian khusus dalam menyebarkan al 'Aqidah
as-Sunniyyah. Beliau memerintahkan para muadzdzin untuk
mengumandangkan al 'Aqidah as-Sunniyyah di waktu tasbih (sebelum
adzan Shubuh) pada setiap malam di Mesir, seluruh negara Syam
(Syiria, Yordania, Palestina dan Lebanon), Mekkah dan Madinah,
sebagaimana dikemukakan oleh al Hafizh as-Suyuthi (W 911 H) dalam
al Wasa-il ila Musamarah al Awa-il dan lainnya. Sebagaimana banyak
terdapat buku-buku yang telah dikarang dalam menjelaskan al 'Aqidah
as-Sunniyyah dan senantiasa penulisan itu terus berlangsung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar